Dahlan Iskan Menteri BUMN
Dahlan mengapresiasi program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terutama di bidang keterampilamn siswa SMK. “Mendikbud memang ada program memberikan suku cadang lengkap pada 23 SMK di Indonesisa. Tiga SMK swasta dan 20 SMK Negeri,” jelasnya, Lalu kementerian mengumpulkan ke-23 SMK dan menunjuk satu importir yang ditunjuk memasok suku cadang.
Meski begitu, ia menyarankan agar keterampilan siswa SMK membuat mobil Esemka cukup jadi ajang pembelajaran. “Mobil Esemka kita lihat sebagai proses belajar, bukan proses produksi. Sebaiknya kita lihat proporsional,” tegasnya. Proyek pembuatan mobil Esemka tersebut dipandang sebagai sarana untuk belajar di bidang keteknikan khususnya otomotif.
Bahkan menurut Dahlan, mobil yang sudah pernah dibuat para siswa tetap jadi keterampilan yang diturunkan pada generasi siswa selanjutnya. “Mobil itu setelah jadi sebaiknya dipreteli lagi. Nanti adik kelasnya merakit lagi, begitu seterusnya,” tandasnya.
Saya sendiri sependapat dengan Menteri BUMN bahwa Mobil Esemka kita lihat sebagai proses belajar, bukan proses produksi. Alangkah tidak baik murid-murid SMK di ekploitasi untuk memenuhi pesanan dan target produksi. Biarlah proses pengerjaan mobil Kiat Esemka untuk di jual secara komersil di kerjakan oleh swasta atau perusahaan/pabrikan yang mempunyai tenaga kerja tersendiri, dengan catatan pabrik atau perusahaan tersebut dapat mengakomodasi atau bahkan memprioritaskan alumni atau lulusan SMK-SMK tersebut yang ingin bekerja ditempatnya.
Karena pada dasarnya SMK masih merupakan sekolah atau lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu pengetahuan bukan hanya teori tapi juga praktek, bukan hanya ilmu mesin atau keterampilan lainnya tetapi juga ilmu pengetahuan sosial dan alam seperti halnya sekolah menengah umum lainnya. Intinya SMK merupakan lembaga pendidikan bukan balai latihan kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar